Jokowi, Teroris, Kejahatan dan Politik -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Jokowi, Teroris, Kejahatan dan Politik

Jumat, 29 Maret 2024 | Maret 29, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-03-29T09:23:11Z

“If it looks like a duck, walks like a duck and quacks like a duck, then it must be a duck”

Jika bentuknya seperti bebek, berjalan seperti bebek, bersuara ‘quacks’ seperti bebek, maka itu pasti bebek

Terorisme.

Istilah teroris di Indonesia tidaklah hal baru, bicara tentang teroris akan selalu disematkan kepada golongan Islam dan pengkritik kekuasaan.

Tidak hanya di Indonesia, berdasarkan sejarah secara global demikian. Namun penyematan tersebut bagi Islam melalui program asing.

Oleh sebab itu, para ahli hukum kriminal internasional mempersoalkan undang-undang terorisme, sebab dianggap tidak mumpuni dalam penegakan hukum bagi terorisme, dan perdebatan tersebut telah berlangsung sejak lama sekali.

Apa alasan tak mumpuni? PERTAMA, defenisi hukum terorisme yang disepakati secara global belum ada (Menurut Ben Saul,2005 dan Alex P. Schmid, 2011).

Defenisi PBB berdasarkan “Deklarasi Tindakan Melawan Terorisme Internasional 1994” mendefenisikan terorisme sebagai :

“Tindakan kriminal yang dimaksudkan atau diperhitungkan untuk memprovokasi keadaan terror di masyarakat umum, dilakukan sekelompok orang atau orang-orang tertentu untuk tujuan politik”.

Data lengkap dapat di lihat pada; UN Doc. A/RES/49/60, 4/12/1994. Deklarasi Resolusi GA PBB Tentang Tindakan Penghapusan Terorisme Internasional, Bagian I-3.

Sedangkan pada Rancangan Konvensi Komrehensif tentang Terorisme Internasional dan Konvensi Pendanaan Teroris menghindari pelabelan kata “terorisme” sebagai bagian politik, Pasal 1 (b) Konvensi Pendanaan Pemberantasa Terorisme, berbunyi:

“bila tujuan Tindakan tersebut, berdasarkan sifat atau konteksnya, adalah untuk mengintimidasi masyarakat, atau untuk memaksa Pemerintah atau sebuah organisasi internasional untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan apapun”

Untuk diketahui, Lihat media lokal saat Elizabet Rossenberg, Seketaris Kriminal AS menemui Sri Mulyani dan Luhut Binsar Panjaitan datang ke Indonesia dan meminta Indonesia mengajukan pinjaman hutang ke luar negri dalam penangan radikalisme dan terorisme masa depan, di ikuti kurang dari sebulan kemudian Kepala BNPT, Boy Rafly Amar mengajukan pinjaman namun di tolak oleh DPRRI.

Salah satu ahli kriminal internasional seperti Professor M. Cherif Bassiouni, (2001) mengatakan “…….. teroris adalah suatu strategi kekerasan terlarang secara internasional yang di motivasi secara ideologis dan dirancang untuk menginspirasi terror dalam segmen tertentu dimasyarakat untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Terorisme melakukan tindakan kekerasan dengan tujuan ideologi politik, seorang teroris melakukan penyekapan, pengeboman, demi memaksa pemerintah atau organisasi agar ideologi terpenuhi, tanpa hal tersebut tidak dapat dikatakan teroris, hanya kejahatan umum.

Dan Indonesia lagi-lagi mengimpor hukum terorisme, dengan defenisi yang berantakan, dan standar penegakan akhir-akhir ini tak memenuhi syarat untuk kategori terorisme.

Pertanyaan mendasar adalah, bagaimana makna teroris yang disematkan kepada organisasi Islam berdasarkan kesepakatan puluhan Ahli Pidana Internasional diatas? 

Apakah SOP pemakaian penutup seluruh kepala dan wajah bagi terduga terorisme, seperti Munarman yang hanya ditutup matanya?

Menurut Igor Primarotz (2013) bahwa tujuan penutup seluruh kepala dan wajah ada tiga: 

PERTAMA, seorang teroris tentunya memiliki jaringan, penutupan seluruh kepala dan wajah bertujuan agar dapat membongkar jaringan lainnya, sehingga yang tertangkap tak dikenali.

KEDUA, praduga tak bersalah masih melekat kepada siapapun yang sedang menjalani proses hukum sehingga hak-haknya harus dihormati sebelum adanya putusan PN, sekalipun telah melakukan pengeboman, sementara MUnarman tak melakukan hal tersebut.

KETIGA, penutup kepala bertujuan untuk menjaga hak istri dan anak (keluarga), sehingga keluarga tak di kucilkan dimasyarakat, termasuk anak tidak menjadi bahan cemoohan teman-teman sekolahnya, bukankah ini kewajiban negara untuk melindungi.

Politik dan Kejahatan.

Kejahatan Politik dan Pelanggaran Politik adalah istilah serumpun (sinonim), bahwa kedua istilah tersebut banyak digunakan dalam studi ilmu politik dan hukum.

Ap itu politik? Sesuatu disebut politik apabila secara intensif berhubungan dengan masyarakat, melayani masyarakat.

Hukum lahir dari proses pengambilan dalam politik yang tentunya untuk kepentingan masyarakat secara utuh dalam bernegara, selebihnya adalah kejahatan.

Arti warga negara menurut Immanuel Kant “Metafisik” menunjukkan kewajiban bagi pemangku kekuasaan untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam melahirkan kebijakan. Warga negara tidak disebut sebagai Anggota Masyarakat.

Anggota negara menunjukkan sifat pasif, tak dilibatkan dalam hal apapun, pemerintah menentukan sendiri baik buruk bagi setiap orang, dan Arnstein Theory, (1960) bahwa dapat saja penguasa mengatakan “ini baik untuk masyarakat, namun tanpa keterlibatan adalah kebohongan”.

Pada dasarnya bahwa penguasa lebih jahatan daripada penjahat, lebih teroris daripada teroris, hal ini lahir akibat sikap dan kebijakan yang dilahirkan, hukum yang di lahirkan.

Selama masa kekuasaannya JOKOWI telah banyak korban-korban terluka, korban nyawa akibat kebijakannya, pembiaran-pembiaran buruknya penegakan hukum.

Bahkan JOKOWI melakukan pembiaran atas temuan PPATK tentang biaya politik illegal yang telah ditetapkan oleh PBB sebagai salah satu dari enam kejahatan terbesar dalam bernegara.

Darimana uang tersebut, apakah dana terorisme, kejahatan narkotika, korupsi? Seharusnya ini disikapi dengan serius.

Adagium asing pada bagian pembuka diatas hanya ditemukan pada hewan, tidak seperti politik Indonesia yang hanya bicara tataran praktis dan pragmatis.

Politik Indonesia berjalan berbeda, berbicara berbeda, bersikap berbeda, tanpa kejelasan ingin membangun negara, tanpa kepastian berharap adanya kepastian hukum, maka politik seperti ini lebih buruk dari bebek. ***

Oleh: M Yamin Nasution
Pemerhati Hukum

Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
×
Berita Terbaru Update
close