Pengakuan Mengejutkan Pendiri OPM Balik ke NKRI Usai Baca Surat dari Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Pengakuan Mengejutkan Pendiri OPM Balik ke NKRI Usai Baca Surat dari Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono

Selasa, 16 April 2024 | April 16, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-04-16T09:39:12Z

Organisasi Papua Merdeka alias OPM masih memaksakan kehendaknya ingin lepas dari pangkuan NKRI.

OPM melakukan tindakan kekerasan melanggar HAM untuk menegaskan niatannya. Apa yang dilakukan OPM jelas harus ditindak.

Kekerasan apalagi sampai berujung hilangnya nyawa manusia bukan masalah sepele, OPM mesti diberi pelajaran mengenai tata cara bernegara yang baik.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo memberikan dukungannya kepada Panglima TNI untuk menindak tegas OPM.

Menurut BamSoet sapaan akrab Bambang Soesatyo, gerakan separatis, teroris dan pengacau keamanan tak boleh diberi toleransi oleh TNI dan Polri.

"Tidak boleh ada lagi toleransi terhadap para kelompok separatis, teroris ataupun OPM untuk meneror serta melakukan aksi kejahatan hingga menimbulkan korban jiwa," jelasnya dikutip dari Antara pada 13 April 2024.

BamSoet melihat apa yang dilakukan OPM sangat berbahaya. Mereka menyerang hampir semua orang, tak peduli aparat kemanan, PNS, Nakes hingga warga sipil pun dibunuh.

Tindakan-tindakan seperti ini harus segera diminimalisir dengan peningkatan keamanan di wilayah konflik.

"Tindakan tegas pun perlu dilakukan aparat demi menunjukkan bahwa negara tidak akan kalah dengan kelompok separatis yang skalanya lebih kecil dari TNI dan Polri itu," jelas BamSoet.

Senada dengan Ketua MPR RI, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Nugraha Gumilar menyatakan aksi OPM merupakan pelanggaran HAM. Tingkatan pelanggaran HAM nya berat.

"Apa yang dilakukan OPM adalah pelanggaran HAM berat," jelasnya.

Padahal beberapa pentolan OPM sudah menyatakan kembali ke NKRI. Salah satunya ialah almarhum Nicolaas Jouwe. 

Nicolaas Jouwe merupakan pendiri OPM. Ialah yang membuat bendera Bintang Kejora pertama kalinya.

Dikutip dari buku karangannya, 'Kembali ke Indonesia: Langkah, Pemikiran dan Keinginan' pembentukan OPM tak luput dari tangan Nicolaas.

Awalnya ia malah membentuk Komite Indonesia Merdeka (KIM) yang mempersiapkan penggabungan Irian Barat ke NKRI.

Namun pada saat konferensi KIM di Denpasar, Bali pada 1946 menjadi titik awal kekecewaan Nicolaas kepada pemerintah Indonesia.

Dalam konferensi itu tak dilibatkan sama sekali wakil dari Irian Barat. Dari sini ia ganti membentu Persatuan Nieuw Guinea.

Ia menjabat sebagai wakil presiden Dewan Nugini dengan presidennya bernama Frits Siollewijn Gelpke yang merupakan pegawai negara Belanda.

Dewan Nugini inilah yang menjadi embrio pembentukan OPM yang diinisiasi Nicolaas bersama Gelpke.

OPM dibentuk untuk mengagalkan infiltrasi pasukan Indonesia yang berusaha merebut kembali Irian Barat dari tangan Belanda.

Ya, OPM cuma dimanfaatkan Belanda di Irian Barat dengan iming-iming kemerdekaan semu.

Setelah PBB menetapkan Irian Barat sebagai wilayah sah NKRI, Nicolaas memilih cabut ke negeri Belanda pada 1969.

Puluhan tahun ia di sana hingga pada suatu hari ada beberapa kepala adat Papua menyambangi kediamannya di Delft, Belanda.

Kepala adat Papua itu ialah Fabiola Ohee, Ondofolo Frans Albert Yoku, Nicolas Simeon Meset dan Pendeta Adolf Hanasbey.

Mereka bertamu sembari membawa sepucuk surat untuk Nicolaas dari presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono.

Ketika membaca surat dari SBY, hati Nicolaas tersentuh. Ia menilai presiden SBY menulis menggunakan hatinya.

"Saya menilai surati ini ditulis halus sekali, sebuah undangan yang bagus, dan saya merasakan bahwa surat ini ditulis dengan hati dan tulus.

Surat ini ditulis bukan dengan otak tapi dengan hati. Tuhan Yesus bersabda: Percayalah dengan hati, jangan dengan otak," beber Nicolaas.

Usai membaca surat itu Nicolaas memantapkan hati kembali ke Papua, kembali ke Indonesia.

Ia kembali ke tanah leluhurnya sebagai manusia Pancasila bukan lagi kombatan OPM.

Ia menyadari perjuangannya selama ini ngotot memerdekakan Papua salah langkah.

'"Saya telah menyadari bahwa yang diperjuangkan selama ini merupakan pilihan yang salah.

Kini saya melihat bahwa perhatian pemerintah Indonesia dan kondisi politik sudah berbeda terhadap Papua," jelasnya.

Sebelum maut menjemput pada 16 September 2017, Nicolaas tegas mengumandangkan ia seorang yang cinta Papua, cinta Tanah Air Indonesia.

"Saya akan kembali selama-lamanya di Papua, Indonesia. Sekali Indonesia merdeka, tetap merdeka," tegas Nicolaas.

Kini makam Nicolaas di Jakarta bernisan bangga karena ia sudah kembali jadi WNI sesudah memperjuangkan kemakmuran bagi Papua yang kini cita-citanya tetap diteruskan pemerintah Indonesia.

Sumber: zonajakarta
Foto: Susilo Bambang Yudhoyono/Net
×
Berita Terbaru Update
close