Gus Yahya: Selain Islamofobia, di Kalangan Muslim Juga Ada Kafirofobia -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Gus Yahya: Selain Islamofobia, di Kalangan Muslim Juga Ada Kafirofobia

Kamis, 31 Maret 2022 | Maret 31, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-03-31T13:09:36Z

Gus Yahya: Selain Islamofobia, di Kalangan Muslim Juga Ada Kafirofobia

WANHEARTNEWS.COM - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengatakan para ulama NU sepakat bahwa kategori nonmuslim atau kafir tidak relevan dalam konteks negara modern. 

Gus Yahya mendorong ada cara untuk mengubah pola pikir umat Islam terkait kategori itu.

Hal itu disampaikan oleh Gus Yahya dalam webinar dengan tema 'Turn Back Islamophobia' yang digelar oleh Komisi HLNKI MUI yang disiarkan di YouTube MUI, seperti dilihat Kamis (31/3/2022). 

Gus Yahya awalnya memaparkan bahwa islamofobia bukanlah gejala baru.

"Islamofobia ini bukan gejala baru. Ini sesuatu yang sudah lama mengendap, bahkan sebagai mentalitas di kalangan masyarakat nonmuslim di berbagai belahan dunia bahkan sudah pula dimapankan kurang lebih dalam wacana keagamaan mereka di lingkungan-lingkungan nonmuslim itu," kata Gus Yahya.

Islamofobia itu, jelas Gus Yahya, adalah bersifat lokal di lingkungan nonmuslim. 

Gus Yahya lalu menyinggung kafirofobia di lingkungan Islam.

"Di sisi lain sebetulnya kita harus akui juga dari kalangan muslim ada juga kafirofobia juga. Dan kafirofobia ini mengendap juga sebagai mentalitas di kalangan umat Islam, bahkan juga masuk di dalam wacana-wacana keagamaan di lingkungan Islam," katanya.

"Kalau saya sebut kafirofobia ini bisa kepada siapa saja yang nonmuslim, apakah judiofobia, kristofobia, atau hindufobia dan sebagainya, secara umum itu juga masuk dalam wacana keagamaan Islam itu sendiri," lanjutnya.

Lebih lanjut Gus Yahya memaparkan istilah islamofobia hingga kafirofobia itu muncul karena warisan dari sejarah yang panjang. 

Dia menyinggung perang yang panjang antara dunia Islam dan dunia nonmuslim.

"Kenapa kita punya yang seperti ini baik di lingkungan nonmuslim ada islamofobia, di lingkungan umat Islam ada kafirofobia, karena kita mewarisi sejarah dari konflik yang panjang sekali selama berabad-abad antara Islam melawan dunia nonmuslim," sebut Gus Yahya.

"Misalnya seperti selama era Turki Usmani 700 tahun dari kekuasaan Turki Usamani itu tidak pernah berhenti sama sekali kompetisi militer melawan kerajaan-kerajaan Kristen Eropa di Barat, begitu juga di timur ada Dinasti Mughal yang sepanjang waktu yang cukup lama terlibat konflik yang sangat tajam dengan umat Hindu di India, khususnya India bagian utara," sebutnya.

Sejarah persaingan agama itu, kata Gus Yahya, masih mengendap hingga saat ini. Hal itu telah menjadi pola pikir masyarakat.

"Ini semua sejarah yang kita warisi sekarang dan sudah mengendap sebagai mindset kita sekarang. Sementara wacana tentang moderasi dan toleransi itu justru sesuatu yang baru. Nah, yang terjadi sebetulnya bahwa dulu dunia ini memang merupakan rimba persaingan antar-identitas, termasuk identitas-identitas agama. Di situ kerajaan-kerajaan dengan identitas agama, negara dengan identitas agama berkonflik satu sama lain, bersaing secara politik dan militer dengan membawa label agama masing-masing," katanya.

Kategori Kafir Tak Relevan di Negara Modern

Selain itu, Gus Yahya memaparkan status kategori nonmuslim. 

Dia mengatakan bahwa ulama NU sepakat membuat kesimpulan bahwa kategori nonmulim atau kafir tak lagi relevan dalam konteks negara modern.

"Kami juga telah membuat wacana baru tentang status nonmuslim ini, dengan menyatakan para ulama kami pada waktu itu membuat kesimpulan bahwa kategori nonmuslim atau kafir sesungguhnya tidak relevan dalam konteks negara bangsa modern," sebutnya.

Gus Yahya mengatakan upaya dalam mengubah kategori kafir itu harus terus dilakukan, sehingga pola pikir masyarakat tentang hal itu harus diubah.

"Nah, upaya-upaya seperti ini mestinya perlu kita lakukan lebih lanjut yang kemudian disusul oleh suatu strategi untuk mentransformasikan mindset dari umat itu sendiri, karena umat ini masih punya mindset yang cenderung memelihara permusuhan dan kebencian satu sama lain," kata dia.

"Saya kira ini PR kita bersama, bukan hanya PR umat Islam saja, tapi PR dari seluruh kelompok agama di belahan mana pun," lanjutnya. rep

×
Berita Terbaru Update
close