Gelar Bapak Pembangunan, Siasat Intelijen Agar Presiden Soeharto Lengser -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Gelar Bapak Pembangunan, Siasat Intelijen Agar Presiden Soeharto Lengser

Selasa, 19 April 2022 | April 19, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-04-19T10:00:43Z

Gelar Bapak Pembangunan, Siasat Intelijen Agar Presiden Soeharto Lengser

WANHEARTNEWS.COM - Akun Kementerian Sekretariat Negara (@kemensetneg.ri) mengunggah julukan enam Presiden Indonesia, antara lain penguasa Orde Baru HM Soeharto sebagai Bapak Pembangunan. 

Sejatinya ini bukan gelar baru karena sudah muncul sejak 1983. 

Hal itu antara lain dilandasi oleh strategi pembangunan yang dijalankannya sejak mulai berkuasa pada 12 Maret 1967.

Soeharto mewujudkannya lewat program Pembangunan Lima Tahun (Pelita) dengan fokus tertentu. Pada Pelita I (1 April 1969-31 Maret 1974), misalnya, fokus membangun infrastruktur pertanian untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat. 

Pelita II, fokus meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali, dan Madura, di antaranya melalui program transmigrasi. 

Pada Pelita III (1 April 1979-31 Maret 1984) Presiden Soeharto menekankan pada trilogi pembangunan dengan menekankan asas pemerataan, yakni pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok, kesempatan memperoleh pendidikan, dan pemerataan kesempatan kerja.

Nah, pada pertengahan Pelita III, Kepala Bakin (Badan Koordinasi Intelijen Negara) Jenderal Yoga Sugomo dan Letjen Ali Moertopo menilai Presiden Soeharto sudah waktunya berhenti. 

Sebab, dia sudah hampir 15 tahun berkuasa, tiga periode. Itu merupakan masa jabatan yang cukup lama, bahkan sama dengan empat kali masa jabatan Presiden di Amerika Serikat. 

Bagi Yoga dan Ali, masa jabatan selama itu tentu sudah luar biasa dan sangat membanggakan, tetapi juga bisa menimbulkan berbagai ekses buruk.

Memahami segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi, mereka berdua mencoba mengingatkan Soeharto dengan cara Jawa, yaitu memangku dengan menggulirkan gelar 'Bapak Pembangunan'. 

Tujuannya agar Soeharto cukup merasa puas dan kemudian berkenan lengser dengan tidak mencalonkan lagi menjadi Presiden pada periode 1983-1988.

Hal itu ditempuh Yoga dan Ali karena hubungannya dengan Presiden Soeharto tak sebatas bawahan-atasan, tetapi sudah sedulur sinorowedi, bagaikan sahabat sejati, bahkan saudara. 

Karena itu mereka selalu ngeman dan telah selalu membuktikan untuk rela pasang badan demi Pak Harto. 

Ngeman adalah bahasa Jawa yang menggambarkan perasaan simpati terhadap orang lain, sehingga tidak rela orang tersebut mengalami musibah, menderita, atau tersakiti.

Bambang Wiwoho dan Banjar Chaeruddin mengungkapkan hal itu dalam buku 'Jenderal Yoga Loyalis di Balik Layar'.

 Jika sampai timbul pertanyaan dari Soeharto, siapa yang harus menggantikannya, Yoga menyatakan, 

"Sebaiknya generasi peralihan dari Angkatan '45. Siapa saja yang Pak Harto pilih, maka saya akan mendukung dan menyukseskannya," tutur Jenderal Yoga seperti ditulis Wiwoho.

Ada empat poin utama yang disampaikan Yoga sebagai alasan Soeharto tak lagi mencalonkan diri, yakni faktor usia dan lamanya rentang kuasa yang telah diemban. 

Selain itu, bisnis keluarga dan putri-putranya yang terus membesar bisa menjadi sumber kecemburuan sosial dan sasaran tembak.

Bagi Yoga, periode 1983-1988 merupakan puncak keemasan kepemimpinan Soeharto, dan sesudah itu dikhawatirkan akan mulai melemah. 

Berdasarkan sejumlah alasan itulah, kemudian Yoga menyarankan agar Soeharto dengan jiwa besar, legowo untuk lengser keprabon dan tidak maju lagi dalam masa jabatan berikutnya

Wacana 'Bapak Pembangunan' mulai digulirkan pada akhir 1981 oleh Menteri Penerangan Ali Moertopo dalam acara Festival Film Indonesia di Surabaya. 

Bersamaan dengan itu dipancangkan spanduk bergambar hasil-hasil pembangunan serta lukisan wajah Presiden Soeharto. Di bawahnya tertulis, 'Bapak Pembangunan Nasional'.

"Semula Soeharto merasa jengah dan sempat menolaknya," tulis Wiwoho di buku 'Tonggak-tonggak Orde Baru: Jatuh Bangun Strategi Pembangunan' yang diluncurkan 16 Januari 2022.

Tapi kemudian banyak pihak memanfaatkan wacana Bapak Pembangunan itu untuk menyanjung dan merapat ke Soeharto. Sanjungan bergulung-gulung datang dari berbagai penjuru. 

Menteri Muda Urusan Pemuda Abdul Gafur, misalnya, menggerakkan para pemuda dengan membentuk lencana berbentuk bulat bergambar Soeharto. 

Di pinggiran dengan latar merah putih tertulis 'Soeharto Bapak Pembangunan Indonesia'.

Soeharto betul-betul tersanjung, dan akhirnya tujuan pemberian gelar yang digagas Yoga dan Ali melenceng dari maksudnya. 

Pak Harto senang dengan pemberian gelar yang ditetapkan MPR pada 9 Maret 1983. Gelar diambil, masa jabatan pun berlanjut ke periode 1983-1988, hingga 10 tahun kemudian.

"Sebaliknya, yang punya gawe, Ali Moertopo bersama orang-orang dekatnya, seperti Daoed Joesoef (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) dan AR Soehoed (Menteri Perindustrian), tersingkir dari kabinet. Ali Moertopo diangkat menjadi Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung," tulis Wiwoho.


Sumber: Detik

×
Berita Terbaru Update
close