Kejagung Ngasal: Korupsi Kecil Cukup Dibina Jika 'Tak Sengaja' Garong Uang Negara, Begini Kata ST Burhanuddin -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kejagung Ngasal: Korupsi Kecil Cukup Dibina Jika 'Tak Sengaja' Garong Uang Negara, Begini Kata ST Burhanuddin

Jumat, 28 Januari 2022 | Januari 28, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-01-29T06:29:26Z

Kata Kejagung: Korupsi Kecil Cukup Dibina Jika 'Tak Sengaja' Garong Uang Negara

WANHEARTNEWS.COM - Kejaksaan Agung berdalih kebijakan pembinaan terhadap pelaku korupsi dengan nilai kerugian keuangan negara di bawah Rp50 juta bukan bentuk impunitas.

Kebijakan itu diklaim dilemparkan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk menjadi wacana dan pembahasan di publik mengenai penindakan terhadap para pelaku tindak pidana korupsi yang dapat menggunakan instrumen lain di luar Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

"Himbauan Bapak Jaksa Agung RI bukanlah untuk impunitas pelaku tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negara yang relatif kecil," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangan tertulis, Jumat (28/1).

Ia menyebutkan bahwa Jaksa Agung melemparkan wacana tersebut ke publik dengan pemikiran jernih yang mempertimbangkan hakikat penegakan hukum, yakni pemulihan pada keadaan semula.

Menurutnya, masalah tersebut sebatas kesalahan administratif jika terduga pelaku mengembalikan uang secara sukarela saat perkara tersebut masih ditangani oleh Inspektorat atau sebelum aparat penegak hukum turun tangan.

Terlebih, kata dia, terdapat sejumlah kasus yang sebenarnya pelaku tidak mengetahui atau tak sengaja telah 'menggarong' uang negara.

"Secara umum dilakukan karena ketidaktahuan atau tidak ada kesengajaan untuk menggarong uang negara. Dan nilai kerugian keuangan negaranya pun relatif kecil," jelas dia.

Kejaksaan lantas mencontohkan kasus Kepala Desa yang tak mendapat pelatihan untuk mengelola dana desa sebesar Rp1 miliar. 

Jika ditemukan dugaan korupsi, ia menyebut itu akan melukai rasa keadilan masyarakat.

"Padahal hanya sifatnya administrasi. Misalnya kelebihan membayar kepada para tukang atau pembantu tukang dalam pelaksanaan pembangunan," tambah Leonard.

Contoh lain, kata dia, seorang bendahara yang memberikan nilai gaji lebih besar dari yang seharusnya diterima oleh beberapa pegawai di instansi pemerintahan.

Kasus tersebut dinilai Kejaksaan lebih berkaitan dengan suatu maladministrasi sehingga tak perlu ditindak menggunakan instrumen UU Tipikor.

"Oleh karena itu, Bapak Jaksa Agung RI mengimbau untuk dijadikan renungan bersama bahwa penegakan hukum tindak pidana korupsi pun harus mengutamakan nilai keadilan yang substantif selain kemanfaatan hukum dan kepastian hukum," jelasnya.

Leonard pun nilai Rp50 juta itu sudah melalui analisis nilai ekonomi. 

Sementara, biaya penanganan kasus dari penyidikan sampai dengan eksekusi terkadang bisa melebihi Rp50 juta. 

Alhasil, pihaknya menilai penanganan kasus bernilai kerugian kecil akan menjadi beban pemerintah.

"Seperti biaya makan, minum dan sarana lainnya kepada terdakwa apabila terdakwa tersebut diproses sampai dengan eksekusi," tandasnya.

Sebelumnya, Burhanuddin mengungkapkan bahwa dirinya telah meminta jajaran tak memproses hukum pelaku korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara di bawah Rp50 juta. Ia memilih agar tersangka mengembalikan kerugian tersebut.

Hal itu disampaikan Burhanuddin saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Kamis (27/1). jwp

×
Berita Terbaru Update
close