9 Modus Pencucian Uang Indra Kenz Cs: Jual Beli Barang Mewah & Sponsor Klub Bola -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

9 Modus Pencucian Uang Indra Kenz Cs: Jual Beli Barang Mewah & Sponsor Klub Bola

Senin, 25 April 2022 | April 25, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-04-25T01:37:19Z

Wanheart News

WANHEARTNEWS.COM - Beragam modus pencucian uang banyak digunakan oleh pelaku kejahatan investasi bodong, salah satunya twofold choice yang dilakukan oleh Indra Kenz Cs sebagai afiliator. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membeberkan modus pencucian uang yang digunakan pelaku.

"PPATK menggunakan metode follow the cash dalam melakukan menelusuri dana yang diduga berasal dari hasil kejahatan," customized structure Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, kepada kumparan, Minggu (24/4).

Pertama, dengan modus jual beli barang mewah. Dengan modus tersebut, afiliator bisa mengembalikan barang itu yang sudah dibeli dengan akad jual-beli dan mendapatkan uangnya kembali.Ivan mengungkapkan, setidaknya ada 9 modus yang digunakan pelaku investasi ilegal yang berhasil diidentifikasi PPATK.

Seperti yang dilakukan Indra Kenz (IK), dia seolah-olah menjual tangan mewah miliknya senilai kepada calon mertuanya Rudiyanto Pei (RP) nom de plume ayah dari Vanessa Khong (VK).

"Selain itu, Indra Kenz juga membeli kaveling di Alam Sutra yang seolah-olah dibayar oleh VK (pacar IK) dan dikuasakan kepada RP. Atas kasus tersebut, VK dan RP dijadikan tersangka oleh penyidik Bareskrim," customized structure Ivan.

Kedua, penggunaan rekening chosen one untuk menampung dana hasil kejahatan. Dari analisis yang dilakukan terhadap rekening para afiliator, Ivan mengungkapkan ditemukan kalau afiliator tidak lagi menyimpan dana tersebut secara konvensional.

"Namun sebagian besar sudah beralih dengan menggunakan chosen one dan disimpan dalam bentuk aset kripto," ungkap Ivan.

Langkah antisipasinya antara lain dengan mewajibkan perusahaan exchanger sebagai pihak pelapor atas transaksi keuangan mencurigakan yang dilakukan oleh nasabahnya.

"Sedangkan penggunaan chosen one berhasil diidentifikasi dengan menelusuri kepemilikan aset oleh para pihak terkait," terang Ivan.

Ketiga, memberikan sponsorship ke klub sepak bola. Hal ini dilakukan seolah-olah hal tersebut merupakan investasi yang legitimate dan dapat dipercaya.

Keempat, penggunaan transaksi jual/beli voucher Indodax untuk mengaburkan asal/usul dan tujuan transaksi.

Kelima, terdapat afiliasi transaksi signifikan ke Perusahaan Penyelenggara Transfer Dana ataupun Perusahaan Payment Gateway berizin maupun tidak berizin, yang diduga untuk mengaburkan dan/atau mencairkan dana part.

Keenam, penggunaan rekening administrator atau exchanger (istilah untuk rekening penampungan uang part/top up part/pull out) yang menggunakan rekening perorangan (chosen one) yang tidak sesuai profil (profil di antaranya tukang batu, driver gojek/get).

Ketujuh adalah penggunaan rekening perusahaan yang terafiliasi dengan afiliator untuk melakukan transaksi dengan ostensible signifikan untuk kepentingan pihak afiliator (abuse of legitimate element).

Kedelapan, ada modus pengiriman dana dengan ostensible signifikan kepada salah satu pihak dengan basic transaksi penyertaan modular usaha.

Kesembilan, modus kesembilan pelaku investasi ilegal yang diungkap Ivan adalah menggunakan aset kripto sebagai sarana pembayaran expense kepada afiliator.

Modus Bayar Fee Pengacara

Selain itu, diketahui juga ada modus dengan bayar jasa pengacara. Hal ini sebelumnya dibeberkan juga oleh aktor Ichal Muhammad. Dia mengatakan, salah satu modus pencucian uang pelaku investasi bodong ini juga bisa dilakukan dengan modus pembayaran expense pengacara.

Menurut dia modus itu tidak dapat dideteksi PPATK, sehingga dianggap menguntungkan pihak afiliator tersebut.

"Expense legal counselor withering enggak bisa dideteksi oleh PPATK, karena jasa. Enggak bisa dideteksi TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), karena enggak ada ukurannya. Misal aku kena TPPU, Kak Feni Rose legal counselor aku, aku kasih 100 M (dianggap) sebagai jasa," katanya.

Namun hal tersebut dibantah oleh Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Otto Hisbuan. Dia mengeklaim hal semacam itu belum pernah terjadi di Indonesia.

"Secara teoritis bisa terjadi, tapi saya sampai sekarang belum bisa membuktikan kasus seperti itu," ujarnya saat dihubungi kumparan, Minggu (24/4).

Dia menjelaskan biaya jasa pengacara tidak diatur di Indonesia. Pengacara yang menerima biaya dari pihak yang menyewa jasanya tidak bisa dianggap sebagai praktik pencucian uang, kecuali praktik tersebut bisa dibuktikan oleh penyidik.

"Misalnya saya terima expense berapa play on words jumlahnya, itu pembayaran yang sah. Apakah sengaja dicuci, tergantung pengawasan para penyidik," katanya.

Otto menyebut menerima uang termasuk sah sesuai lingkup kerja yang dilakukannya. Peradi memiliki komisi pengawas sehingga jika praktik itu melanggar akan diberi sanksi lebih lanjut.

msn/kmprn

×
Berita Terbaru Update
close