'Salah sendiri kenapa mau jadi ojol!' -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

'Salah sendiri kenapa mau jadi ojol!'

Jumat, 29 Juli 2022 | Juli 29, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-07-29T13:04:32Z
Catatan Agustinus Edy Kristianto:

Salah satu investor GOTO, Grup Astra, diberitakan untung dari investasi saham GOTO Rp3,7 triliun (Kamis, 28 Juli 2022), tapi pada hari yang sama pula, para mitra ojol berunjuk rasa di Gedung Kemenhub, Jakarta, sembari MENJAHIT MULUT!

Ojol protes karena rendahnya 'upah' dan kondisi kerja yang buruk. Selama pandemi, pendapatan turun sampai 70%. Potongan dari pihak aplikasi makin besar. Sepanjang Januari-Maret 2022, aksi protes ojol meningkat dua kali lipat dibandingkan periode 2020-2021.

Orang yang diutus pemerintah meredakan aksi jahit mulut itu menjanjikan fee ojol akan dinaikkan dalam satu-dua minggu ke depan. Ojol pesimistis sebab janji serupa kerap mereka dengar tapi tak terbukti.

Kenapa paradoks itu bisa terjadi? Bagaimana ketidakadilan berlangsung? 

Untung saham adalah satu hal, buruknya kesejahteraan ojol adalah hal lain. Untung saham terjadi karena ada kenaikan nilai saham GOTO di market sehingga menaikkan kekayaan para pemegang saham GOTO (on-paper). Secara total, terdapat 1 triliun lebih lembar saham GOTO. Yang beredar di market saat ini 50-an miliar lembar. Pemegang saham GOTO terbanyak adalah investor bertipe asuransi, korporat, dan reksa dana. Ritel hanya pegang 8% (KSEI, Juni 2022). 

Buruknya kesejahteraan dan kondisi kerja ojol adalah konsekuensi dari model bisnis perusahaan seperti GOTO, Grab dan sejenisnya. Ojol tak pernah dikategorikan sebagai karyawan dan karenanya tak relevan bicara upah sepanjang ia diartikan sebagai gaji dan imbalan sesuai UU Ketenagakerjaan. 

Ada +2,5 juta mitra pengemudi GOTO per 30 September 2021. Mereka dikategorikan sebagai PELANGGAN, sama dengan konsumen dan pedagang. GOTO mengunduh pendapatan dari keringat ojol dalam bentuk pendapatan on-demand services. Mitra menjalankan jasa transportasi dan pengiriman kepada pengguna melalui platform GOTO. GOTO mendapat imbalan jasa sejumlah persentase tertentu dari biaya pemesanan. 

Bahkan, asal tahu saja, imbalan jasa tersebut yang berkaitan dengan hubungan pelanggan dijadikan jaminan untuk GOTO ambil pinjaman di bank, salah satunya di Bank Permata sebesar US$50 juta (Rp705,2 miliar) pada Februari 2021.

Laporan Keuangan GOTO per Maret 2022 menunjukkan total pendapatan kotor Rp5,23 triliun. Pendapatan terbanyak berturut-turut adalah imbalan jasa Rp3,9 triliun, imbalan iklan Rp544,4 miliar, jasa pengiriman Rp458,7 miliar, imbalan transaksi dan pembayaran Rp205,8 miliar, penjualan barang dagangan Rp21 miliar, lain-lain Rp92 miliar. Dikurangi biaya promosi kepada pelanggan Rp3,73 triliun maka pendapatan bersih GOTO Rp1,49 triliun!

Masalahnya adalah karena mitra pengemudi adalah PELANGGAN maka mereka tidak berhak atas gaji dan imbalan. Bahkan, dalam Prospektus, GOTO menyatakan bisnis Perusahaan dapat terdampak apabila mitra pengemudi diklasifikasikan sebagai karyawan dan bukan pihak dalam hubungan kemitraan yang independen (Hlm. xxxvii). Karena itulah GOTO perlu menarik dan mempertahankan konsumen, mitra pengemudi, dan pedagang dengan biaya efektif (Hlm. 93).

"Apabila, sebagai akibat dari perubahan dalam peraturan perundang-undangan (legislasi atau keputusan pengadilan baru), Perusahaan diwajibkan untuk mengklasifikasikan mitra pengemudi sebagai karyawan (atau sebagai pekerja atau semi-karyawan di negara di mana status tersebut berlaku), maka Perusahaan akan mengeluarkan biaya tambahan yang signifikan untuk memberikan kompensasi kepada para mitra pengemudi, termasuk biaya yang wajib dibayarkan berdasarkan antara lain UU Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksanaannya termasuk di antaranya upah minimum, lembur dan persyaratan atas waktu makan dan istirahat, tunjangan karyawan, iuran jaminan sosial, pajak dan denda. Selanjutnya, setiap perubahan klasifikasi serupa akan mewajibkan Perusahaan untuk mengubah model bisnis Perusahaan secara fundamental yang dapat berdampak negatif terhadap kegiatan usaha dan kondisi keuangan Perusahaan."

Selain soal UU Ketenagakerjaan, KPPU juga mengawasi pelaksanaan hubungan kemitraan antara Perusahaan dengan mitra pengemudi dan pedagang sesuai dengan UU UMKM. UU UMKM mengatur mengenai prinsip kemitraan, perjanjian kemitraan, dan tindakan-tindakan yang dilarang di dalam kemitraan

"Ada kemungkinan bahwa pihak berwenang dapat menetapkan batasan pada jumlah mitra pengemudi berlisensi dan/atau kendaraan yang dapat bermitra dengan Perusahaan atau menetapkan batasan maksimum pada jumlah jam kerja operasional mitra pengemudi. Jika Perusahaan atau mitra pengemudi harus tunduk pada batasan, limitasi atau persyaratan perizinan tersebut, maka dapat berdampak negatif terhadap bisnis dan prospek pertumbuhan Perusahaan."

Itulah risiko yang 'ditakuti' GOTO.

Selama ini, urusan pengelolaan mitra dilakukan oleh PT Gojek Indonesia (PT GI), perusahaan yang dikendalikan GOTO berdasarkan Perjanjian Kerja Sama tertanggal 19 Agustus 2016 dan Perjanjian Tambahan tertanggal 1 September 2017.

Beban gaji dan imbalan karyawan GOTO sebesar Rp3,59 triliun per Maret 2022. Itu dinikmati 9.141 karyawan GOTO di dalam dan luar negeri. Prospektus menuliskan salah satunya pengertian “Karyawan Vietnam”: berarti (i) karyawan yang dipekerjakan; atau (ii) mantan karyawan yang pernah dipekerjakan (berkewarganegaraan apapun) oleh Perusahaan Anak di Vietnam.

Jika dirata-ratakan maka gaji dan imbalan karyawan GOTO Rp32,7 juta/bulan. 

Itulah yang mungkin menjelaskan mengapa tak ada satu pun karyawan GOTO yang menjahit mulut melakukan protes karena rendahnya upah dan buruknya kesejahteraan seperti dilakukan mitra pengemudi.

Orang berkata: "Salah sendiri kenapa mau jadi ojol!"

Itu bentuk pernyataan tolol dan tidak punya empati. Penuturnya pasti bodoh. Ia tak melihat bahwa Konstitusi menyatakan Negara berkewajiban menjamin pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan untuk setiap warga negara. Model kemitraan semacam itu menunjukkan Negara gagal menyediakan lapangan kerja yang layak bagi manusia sesuai aturan perundang-undangan. Model itu hanya seolah-olah memperlihatkan 'ekonomi berbagi'. Padahal 'berbagi' yang terjadi adalah bagian terbesar untuk sedikit orang yang makmur. Negara pun melindungi sedikit orang yang makmur itu.

Sampai saat ini, GOTO sangat berkepentingan dengan proses politik di Indonesia. Bisnisnya sangat bergantung pada koneksi politik dan 'kebaikan' pemerintah untuk membuat regulasi yang mendukungnya: UU Ketenagakerjaan, UU UMKM, UU mengenai sistem pembayaran, UU mengenai penanaman modal asing, regulasi di Bursa Efek, dan sebagainya, termasuk UU BUMN, yang mengatur tentang investasi BUMN dan anak perusahaannya di perusahaan swasta, seperti yang sudah terjadi ketika Telkomsel memberikan Rp6,4 triliun kepada GOTO.

Setahu saya, aksi jahit mulut ini adalah aksi ekstrem pertama ojol sepanjang sejarah. Seharusnya Presiden Jokowi ambil peduli dan sadar ada yang tidak beres dari model bisnis unicorn yang kerap ia banggakan itu. Bisnis unicorn memiliki sisi gelap yakni mempekerjakan si miskin untuk memakmurkan yang kaya. 

Si miskin makin miskin karena beban hidup yang makin berat seiring meningkatnya inflasi, kenaikan harga barang kebutuhan pokok, hingga makin tidak terjangkaunya biaya pendidikan. 

Mereka terancam tidak memiliki masa lalu, masa kini, dan masa depan sekaligus!

Salam.

(29/7/2022)

×
Berita Terbaru Update
close