20 Hari Tak Sadarkan Diri, Divonis Gagal Ginjal Akut, Lalu Meninggal -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

20 Hari Tak Sadarkan Diri, Divonis Gagal Ginjal Akut, Lalu Meninggal

Kamis, 27 Oktober 2022 | Oktober 27, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-10-27T09:38:11Z

WANHEARTNEWS.COM -

WANHEARTNEWS.COM - Fissilmi Kaffa, 11, tidak pernah punya sakit yang serius. Tiba-tiba dia divonis mengalami gagal ginjal akut. Pelajar kelas V SD itu akhirnya meninggal meski sempat dirujuk ke rumah sakit.

Hasan Basri, 39, orang tua Kaffa, mengaku kaget saat putra pertamanya itu disebut menderita gangguan ginjal akut misterius. ”Saya kaget sekali. Saya langsung browsing waktu itu untuk mengetahui apa penyakit yang disebutkan dokter. Katanya gagal ginjal akut misterius,” ujar Hasan saat ditemui Jawa Pos Radar Bromo di kediamannya di perbatasan Kelurahan Gondangwetan dan Desa Pekangkungan, Kecamatan Gondangwetan, Senin (24/10).

Hari itu, pihak keluarga baru saja menggelar tahlilan 40 hari meninggalnya Fissilmi Kaffa.

Bapak dua anak tersebut lantas menceritakan, sekitar 19 Agustus, badan Kaffa panas. Awalnya Hasan tidak curiga. Sebab, sakit panas memang biasa dialami anak-anak. Hasan lantas mengompres Kaffa agar demamnya turun. Setiap Kaffa panas, Hasan memang tidak memberinya obat. Hanya dikompres biasa. Dua hari kemudian biasanya sembuh. ”Tapi, ini sampai tiga hari tidak sembuh-sembuh. Bahkan pada 22 Agustus subuh itu kejang. Karena itu, saya bawa ke Puskesmas Gondangwetan,” katanya.

Puskesmas sudah tidak bisa menangani. Puskesmas merujuk ke rumah sakit terdekat, yakni RSUD R. Soedarsono Kota Pasuruan. Saat itu Kaffa dalam keadaan sudah tidak sadarkan diri. Pihak rumah sakit memberikan infus parasetamol untuk menurunkan demamnya. ”Di Purut (sebutan RSUD R. Soedarsono, Red) dia dirawat selama tiga hari. Dan, dalam perawatan itu Kaffa divonis infeksi otak. Jadi, harus dirujuk ke Bangil,’’ ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.

Namun, sampai empat hari di RSUD Bangil, belum ada tanda-tanda anaknya membaik. Saat itu rumah sakit belum berani melakukan CT scan. Hasan sempat ingin membawa pulang karena tidak ada tindakan itu. ”Tapi, tidak jadi karena besoknya langsung dilakukan CT scan,” katanya.

Hasilnya, tidak ditemukan infeksi otak pada Kaffa. Saat itu Kaffa divonis gagal ginjal. ”Sebelum divonis gagal ginjal, memang ada gangguan kencing. Kalau nggak salah ya saat dirawat dapat empat hari di Bangil itu,” tuturnya.

Bersamaan dengan vonis itu, dokter yang menangani memutuskan Kaffa kembali harus dirujuk. Kali ini ke RSUD dr Soetomo Surabaya. ”Tiga hari dari vonis itu, baru kemudian anak saya dirujuk ke dr Soetomo. Ada banyak pertimbangan sehingga tiga hari kemudian baru berangkat. Tepatnya pada 3 September,” jelasnya.

Di RSUD dr Soetomo, Kaffa langsung menjalani cuci darah. Namun, tak ada perkembangan signifikan. Kaffa tak kunjung sadar. Karena itu, CT scan dilakukan lagi untuk mengetahui sakitnya. ”Dan, hasilnya anak saya dinyatakan infeksi otak dan gagal ginjal akut,” tuturnya. ”Perkiraan 20 hari anak saya tidak sadar,” imbuh dia.

Di bagian lain, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) Noffendri menginginkan agar seluruh pihak percaya kepada apoteker. ”Apotek adalah fasilitas kesehatan seperti halnya rumah sakit dan puskesmas. Tapi, akhir-akhir ini apotek mendapat kunjungan dari aparat pemerintah untuk melakukan penarikan dan penyegelan di sarana kesehatan,” ujarnya kemarin.

Pernyataan Noffendri merujuk pada penyegelan sejumlah apotek pasca diumumkannya obat-obat yang berpotensi mengakibatkan acute kidney injury (AKI) atau gangguan ginjal akut misterius. Misalnya, yang dilakukan Menko PMK Muhadjir Effendy di Bogor pada 22 Oktober lalu.

Noffendri mengatakan, apoteker akan mematuhi aturan dan menjaga kualitas obat. Apoteker juga akan menarik obat sesuai dengan prosedur. ”Untuk sementara waktu kami tidak melayani pemberian obat sirup kepada masyarakat,” ucapnya.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi pada kesempatan lain menyatakan, pada tujuh di antara sepuluh anak yang dirawat di RSUP dr Cipto Mangunkusumo, terdapat etilena glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG) dalam tubuhnya. ”Itu yang kemudian jadi dasar kami menghentikan sementara (pemberian obat sirup, Red) agar aman sambil menunggu proses pemeriksaan berlanjut di BPOM,” tuturnya.

Sumber: jawapos
×
Berita Terbaru Update
close