Direktorat Kriminal Khusus Polda Maluku Utara menetapkan tujuh warga masyarakat adat di Kecamatan Wasile Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara sebagai tersangka.
Tujuh warga tersebut adalah Estepanus Djojong alias Panus (62 tahun) ketua pemangku adat Waijoi dan Jikomoi, Septon Djojon alias Ton (42) warga Waijoi, Keng Kamariba alias Keng (61) warga Desa Waijoi, Lifas Gorango alias Rinto (40) warga Desa Waijoy, Paulus Lasa alias Paul (54), Rifo Bobala alias Rifo (35) warga desa Jikomoi, Oscar Barera alias Oscar (47) warga desa Jikomoi.
Penetapan tersangka tujuh warga Waijoi dan Jikomoi itu sesuai Surat Keterangan Kepolisian Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku Utara, dengan nomor: B/174/III/2024/Dit Reskrimsus tentang pemberitahuan penetapan tersangka. Surat tersebut bertanggal 18 maret 2024.
Dilansir dari Titastory.id, warga Waijoi dan Jikomoi ini ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana karena dianggap mengganggu dan merintangi kegiatan usaha pertambangan milik PT Wana Kencana Mineral (WKM) selaku pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Penyidik Subdit IV/Tipidter Ditreskrimsus Polda Maluku Utara telah menetapkan tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana setiap orang yang merintangi dan mengganggu kegiatan usaha pertambangan (IUP) dari pemegang IUP yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam 162 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 39 angka 2 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penentapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang Jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana, yang terjadi di jalan Hauling depan Pos Rajawali PT Wana Kencana Mineral (PT. WKM) Desa Loleba, Kecamatan Wasile Selatan, Kab. Halmahera Timur, Prov. Maluku Utara, pada hari Jumat 17 November 2023 sekitar pukul 09.00 WIT,” Demikian bunyi isi surat pemberitahuan penetapan tersangka oleh penyidik Subdit IV/Tipidter Ditreskrimsus Polda Maluku Utara, Ternate 18 Maret 2024.
Salah satu warga yang ditetapkan sebagai tersangka, Paulus Lasa warga Waijoi mengatakan penetapan tersangka kepada tujuh warga Waijoi dan Jikomoi merupakan tindakan yang tidak wajar dan tidak adil.
Menurutnya, apa yang mereka lakukan adalah memperjuangkan hak atas tanah ulayat yang selama ini mereka tinggali. Selain itu, mereka menganggap perusahaan telah melakukan pembohongan publik. Mereka melakukan aksi untuk menuntut kesepakatan dengan pihak perusahaan.
Paulus mengatakan, penetapan mereka sebagai tersangka tidak sesuai prosedur, dimana mereka diperiksa di Polsek Wasile selatan pada tanggal 22 Nov 2022.
Kemudian pada 18 Januari 2023 dalam surat panggilan mereka dipanggil sebagai saksi. Berselang 3 hari, yakni pada tanggal 22 Januari 2023 mereka juga dipanggil untuk menghadiri undangan di Polsek Wasile, Subaim.
Kemudian tiba-tiba, gelar perkara dilakukan di Ditreskrimsus Polda Maluku Utara pada 19 Januari 2024 yang akhirnya mengeluarkan surat penetapan tersangka pada tanggal 18 Maret 2024 sekaligus panggilan pertama dan panggilan kedua pada tanggal 29 Maret 2024.
Paulus mengatakan kehadiran PT. WKM di 3 Desa Loleba Waijoi, Jikomoi, Wasile Selatan menggantikan PT. KPT Harita Grup. PT WKM saat itu kata Paulus sudah mulai menambang di areal yang sebelumnya dibebaskan oleh KPT Harita seluas 4 ha, dan sisanya masih ada 3,8 ha yang sudah ditambang oleh WKM.
Karena sudah melakukan aktivitas, warga kemudian menuntut wilayah itu harus dibayar oleh WKM. Dia bilang kedua belah pihak baik warga maupun perusaahan telah menyepakati kesepakatan pada 7 Oktober 2021.
“Kesepakatan itu langsung dimediasi dan disaksikan langsung oleh Forkopimda Haltim, namun setelah kesepakatan itu hingga tahun 2023 tidak ada realisasi sehingga warga datang mempertanyakan hal tsb ke pihak WKM pada tgl 17 Nov 2023 dan mereka di janjikan 1 minggu kemudian akan diberikan jawaban ternyata 4 hari kemudian mereka menerima surat undangan klarifikasi dari Polda Malut atas laporan WKM,” ungkapnya.
Rifo Bubala, Warga Jikomoi sempat menunjukan bukti kesepakatan yang terlampir dalam berita acara rapat antara perwakilan masyarakat desa Loleba, Waijoi dan Jikomoi dengan Manajemen PT Wana Kencana Mineral dan PT Format Teknik Mandiri, pada Kamis 7 Oktober 2021 di Aula Kantor camat, Wasile Selatan.
Dalam surat tersebut tertulis dua poin kesepakatan bersama antara PT WKM dan perwakilan masyarakat antara lain: PT WKM akan segera melakukan kegiatan penambangan dan barging ore/pengapalan di areal 7,8 Ha pada hari Senin tanggal 11 Oktober 2021, untuk itu PT WKM/PT. FTM akan membayar sisa dana kompensasi sebesar Rp.75 juta selambat-lambatnya 30 hari setelah dilakukan kegiatan penambangan.
Dan poin kedua adalah, sebelum dilakukan kegiatan penambangan, di luar areal 7,8 Ha, PT WKM bersama perwakilan masyarakat Desa Loleba, Waijoi, dan Jikomoi harus melakukan pembicaraan secara tuntas hal-hal yang berkaitan dengan dana kompensasi lahan dan tanam tumbuh, yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah.
“Dalam surat ini ditandatangi oleh Kepala Teknik Tambang PT WKM: Adityawarman, Humas PT FTM: Hammid Muhammad, Pejabat Kepala Desa Loleba: Arifin Lanasiri, Kepala BPD Loleba: Dikson Deni, Kepala Desa Jikomoi: Anis Canu, Ketua Tim 11 Desa Loleba: Amos Werimon, Penjabat Kepala Desa Waijoi: Nikanor Jawali, Kepala BPD Jikomoi: Bernad Komo Komo, Ketua Tim 10 Desa Jikomoi-Waijoi: Septon Djojong, Ketua BPD Waijoi: Salmon Poroco, serta Ketua Tim 18 Desa Waijoi-Jikomoi: Zet Flory,” kata warga Jikomoi ini, merinci peserta yang hadir dalam rapat kesepakatan tersebut.
Menurut mereka dampak akibat ekpansi tambang nikel, lahan-lahan milik masyarakat adat banyak yang tergusur tanpa melalui proses ganti rugi. Biasanya mereka yang melakukan perlawanan dan memprotes diintimidasi maupun dilaporkan pihak Perusahaan.
Sumber: tempo
Foto: 4 dari 7 Warga Masyarakat Adat yang Ditetapkan Jadi Tersangka/titastory