Aturan penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja yang termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang baru disahkan Presiden Jokowi kembali bikin geger.
Tidak sedikit netizen yang menilai aturan penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja tidak tepat dilakukan.
Geger aturan penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akhirnya angkat bicara.
Kemenkes RI turut memberi penjelasan terkait maksud dari pasal 103 dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 th 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.
Sebagai informasi, Presiden Jokowi mengesahkan PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang kesehatan, pada Rabu, 26 Juli 2024.
Peraturan pemerintah yang memuat 1072 pasal itu membahas beberapa yaitu, aspek teknis pelayanan kesehatan, pengelolaan tenaga medis dan tenaga kesehatan, fasilitas pelayanan kesehatan, penyelenggaraan upaya kesehatan, dan teknis perbekalan kesehatan serta ketahanan kefarmasian alat kesehatan.
Di dalamnya termuat aturan tentang pemberian edukasi hingga pelayanan informasi bagi remaja.
Berikut bunyi pasal 103 ayat 1 yang jadi sorotan: "Upaya Kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1) huruf b paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta Pelayanan Kesehatan reproduksi."
Adanya aturan tentang penyedia alat kontrasepsi untuk remaja sempat membuat publik geger.
Pro kontra muncul terkait dengan pengesahan aturan penyedia alat kontrasepsi untuk remaja membuat Kemenkes ikut angkat bicara.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Siti Nadia Tarmizi menegaskan alat kontrasepsi dapat diberikan kepada remaja dengan catatan harus sudah menikah.
"Ini ditujukan pemberian kontrasepsi bagi remaja yang menikah tapi menunda kehamilan sampai siap secara fisik dan psikis," kata Siti Nadia dikutip Kilat.com dari antaranews.com pada Selasa, 6 Agustus 2024.
Nadia menegaskan aturan tersebut dibuat karena di Indonesia masih banyak praktik pernikahan dini.
Selain itu, ia juga mengatakan pengesahan aturan tersebut dilakukan berdasarkan pendekatan siklus kehidupan.
Kesehatan reproduksi tiap individu memiliki siklus kehidupan yang berbeda-beda.
Tidak hanya itu, Nadia juga mengatakan nantinya akan ada Permenkes yang mengeluarkan peraturan terkait mekanisme, pembinaan, dan monitoring, serta sanksi terkait aturan tersebut, sehingga tidak timbul multitafsir. (*)
Sumber: kilat
Foto: Pelaksana tugas (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Siti Nadia Tarmizi. (Unsplash/fk.ui.ac)

