Gerakan Komunis Solo Anti-Swapraja yang Gagalkan Surakarta Jadi Daerah Istimewa -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Gerakan Komunis Solo Anti-Swapraja yang Gagalkan Surakarta Jadi Daerah Istimewa

Kamis, 29 September 2022 | September 29, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-09-29T13:40:10Z

SEJARAH panjang penetapan Surakarta sebagai berstatus DIS _Daerah Istimewa Surakarta_ telah tertulis bermula dari rapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945. 

Pada saat itu, PPKI menetapkan wilayah Republik Indonesia dibagi atas delapan propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Sunda Kecil, dan Sumatera serta dua Daerah Istimewa, yaitu Surakarta dan Yogyakarta

Penetapan PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945, tak terlepas dari adanya surat dari Kasunanan Surakarta sehari sebelumnya. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Sri Susuhunan Paku Buwono XII dan KGPAA Mangkunegoro VIII yang paling pertama kali menyampaikan sebelum Kesultanan Jogjakarta dengan melalui kawat karena lebih dulu mengucapkan "Selamat atas kemerdekaan Indonesia". 

Yang selanjutnya diikuti maklumat resmi dukungan berdiri di belakang Republik Indonesia pada tanggal 1 September 1945 yang intinya berisi" :

1. Negari Surakarta yang bersifat kerajaan adalah DIS (Daerah Istimewa) dari Negara Republik Indonesia dan berdiri di belakang Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia._

2. Hubungan Negeri Surakarta dengan Pemerintah Pusat Negara Republik Indonesia bersifat langsung.

Atas dasar maklumat PB XII, Presiden Soekarno pada 19 Agustus 1945 memberikan Piagam_kedudukan kepada Susuhunan Paku Buwono XII dan KGPAA Mangkunegoro VIII pada kedudukan Surakarta statusnya sebagai kepala Daerah Istimewa dan kota Surakarta sekitarnya bernama "NAGARI KASUNANAN SURAKARTA HADININGRAT" (NKSH).

Isi Piagam dari Presiden Soekarno itu adalah :

Kami, PRESIDEN REPUBLIK Indonesia, menetapkan:

Ingkang Sinohoen Kandjeng Soesoehoenan Pakoe Boewono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sajidin Panotogomo, Ingkang Kaping XII ing Soerakarta Hadiningrat.

Pada kedoedoekannja dengan kepertjajaan, bahwa Seri Padoeka Kandjeng Soesoehoenan akan mentjurahkan segala pikiran, tenaga, djiwa dan raga oentoek keselamatan daerah Soerakarta sebagai bagian dari pada Repoeblik Indonesia.

Djakarta, 19 Agoestoes 1945 Presiden Repoeblik Indonesia. 
ttd

Ir. Soekarno

Kami, PRESIDEN REPUBLIK Indonesia, menetapkan:

Kandjeng Goesti Pangeran Adipati Arjo Mangkoenagoro, Ingkang Kaping VIII.

Pada kedoedoekannja dengan kepertjajaan, bahwa Seri Padoeka Kandjeng Soesoehoenan akan mentjurahkan segala pikiran, tenaga, djiwa dan raga oentoek keselamatan daerah Soerakarta sebagai bagian dari pada Repoeblik Indonesia.

Djakarta, 19 Agoestoes 1945
Presiden Repoeblik Indonesia
ttd

Ir. Soekarno

Namun setelah itu pada bulan Oktober 1945, ada muncul Gerakan ANTISWAPRAJA atau gerakan anti monarki atau anti Kerajaan dengan alasan anti feodalisme di Surakarta, di mana salah seorang pimpinannya adalah Tan Malaka, sebenarnya orang ini adalah pimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI). 

FYI Tan Malaka memang sudah mengincar Surakarta sebagai basisnya sejak zaman pemerintahan PB X.

Tujuan gerakan ini adalah meminta kepada presiden Soekarno untuk penghapusan DIS (Daerah Istimewa Surakarta), serta memaksa pembubaran sistem Monarkhi pada wilayah bekas Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran di Surakarta.

Motif lain dari gerakan ini adalah dalam rangka dapat bebas melakukan perampasan tanah-tanah ulayat tanah wilayah adat milik keraton Mataram (Kasunanan dan Mangkunegaran) yang berupa lahan dan pertanian secara paksa untuk dilepas dan dibagi-bagikan kepada para antek-anteknya sesuai dengan kegiatan landreform oleh golongan kiri komunis. 

Ternyata pelepasan secara paksa oleh kaum Komunis ini terhadap lahan milik keraton dibagikan lebih besar kepada orang-orang non pribumi yaitu orang-orang china waktu itu. 

Sehingga orang-orang China saat ini di wiilayah Solo dapat memiliki secara bebas tanah sebanyak-banyaknya secara HM Hak Milik, padahal dulunya selama ratusan tahun aset-aset tanah keraton itu dikuasai oleh pemerintahan Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran. 

Pada tanggal 17 Oktober 1945, Pepatih Dalem (perdana menteri) Kasunanan KRMH Sosrodiningrat yang menentang Antiswapraja diculik dan dibunuh dipenggal kepalanya oleh gerombolan komunis Antiswapraja.

Aksi ini diikuti pencopotan Bupati-bupati yang umumnya kerabat bangsawan raja dan diganti orang-orang proletar yang pro gerakan Anti swapraja Maret 1946. 

Kemudian Pepatih Dalem yang baru _KRMT Yudonagoro juga diculik dan dibunuh dengan dipenggal kepalanya pada April 1946 dan masih ada 9 pejabat Kepatihan juga dibantai mengalami hal yang sama oleh pemuda Komunis yang berseragam TKR.

Bahkan putra Sinuwun Pakubuwono X yang bernama KGPH. Soeriohamidjoyo juga diculik dari rumahnya. Tapi bersyukur beliau belum sampai di bunuh gerombolan Antiswapraja sudah digeruduk oleh pasukan TKR utusan dari Mahkamah Tinggi Tentara Indonesia Jogjakarta Jenderal Soedirman.

Karena banyaknya kerusuhan, penculikan dan pembunuhan, maka Pemerintah RI membubarkan DIS dan menghilangkan kekuasaan raja-raja Kasunanan dan Mangkunagaran. 

Status Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegara menjadi rakyat biasa di masyarakat dan Keraton dipaksa diubah hanya menjadi sebagai pusat pengembangan seni dan budaya Jawa saja.

Yang menjadi masalah saat ini adalah Raja Surakarta sekarang tidak berfungsi sebagai penguasa teritorial dan penguasa atas rakyatnya seperti halnya raja di Jogjakarta tapi raja Surakarta hanya berfungsi sebagai raja pemimpin dan pengembang adat budaya jawa atau tidak lebihnya hanya sebagai pengelola cagar cagar budaya saja (sangat menyedihkan).

DIS (Daerah Istimewa Surakarta) tidak dihapus tapi hanya dibekukan sementara karena waktu itu adanya instabilitas politik yang dilakukan oleh gerakan Antiswapraja (kelompok anti Kerajaan) yang berhaluan merah / Komunis. Karena Desakan gerombolan mereka yang anti DIS ke presiden mengakibatkan adanya situasi yang darurat pada waktu itu. 

Maka untuk sementara waktu Surakarta oleh Soekarno dianggap sebagai status Daerah Karisidenan dan untuk sementara status DIS _dibekukan.

Ini menyebabkan kekecewaan luar biasa bagi Umat Islam dan dan rakyat Surakarta yang menginginkan Daerah Istimewa karena hilanglah hak-hak kultural raja Kasunanan dan Mangkunegaran sebagai Pamomong dan Pengayom rakyat di wilayahnya sendiri.

Pernah ada pesan singkat dari leluhur dan para sesepuh Mataram bahwa Surakarta setelah kerajaan Surakarta akan dipimpin oleh seorang yang masih ada keturunannya dari darah leluhur antiswapraja atau komunis yang berkarakter khianat.
____________
Oleh: Kanjeng Senopati
Pemerhati Spiritual Geopolitik Geostrategi Indonesia dan Pengamat Budaya Sejarah Peradaban Kerajaan Nusantara
×
Berita Terbaru Update
close